Nama : Aries Kristianto
Nim : 10.15.33
Dosen
pengampu : DR. Rama Tulus P
Dalam rangka
proposal dan skripsi, yg membaca mohon jangan lupa mencantumkan saya sebagai
penulisnya sebagai bahan referensi anda...
FENOMENOLOGI AGAMA
“MEMAKNAI BERAS
KETAN DALAM RITUAL ADAT MAANYAN”
Dari
beberapa materi yang telah dibahas dalam mata kuliah fenomenologi agama. Ada
pembahasan yang menurut saya sangat menarik yaitu mengenai “simbol”. Dalam
setiap agama memiliki simbol masing-masing
dalam rangka memperkenalkan identitas agamanya serta dirinya sendiri.
Dalam hal ini, simbol dianggap sakral dan memiliki makna khusus yang sangat
dihormati oleh penganutnya dan juga dihormati oleh orang lain. Simbol juga
memiliki kekuatan yang membangun emosi-emosi
yang ada pada diri manusia kemudian tercurah pada citraan-citraan tersebut,
karena citraan ini adalah satu-satunya obyek yang konkrit tempat mereka
mencurahkan diri dan perasaan mereka[1]
dalam arti lain, ada mitos dibalik keberadaan simbol tersebut.
Saya tertarik dengan keberadaan beras ketan karena
tanpa kita sadari beras ketan ini menjadi bagian dari kehidupan masyarakat.
Secara khusus dalam masyarakat dayak maanyan, beras ketan ini menjadi salah
satu simbol penting yang harus ada dalam setiap upacara adat. Dalam hal ini
beras ketan mengambil bagian terpenting, dimana setiap syarat dalam upacara
adat baik itu angkat sodara, angkat orang tua, angkat anak, tampung tawar,
perkawinan maupun upacara adat lainnya bahkan dalam kekristenan khususnya dalam
pemenuhan hukum adat perkawinanpun beras ketan menjadi simbol yang sangat
penting. Jika beras ketan tidak ada, maka syarat tersebut pun tidak lengkap
sehingga mengurangi kesakralannya.
Mitos dibalik simbol ketan, pada awalnya adalah
pemberian Tuhan yang diberikanNya melalui para malaikat untuk manusia. Benda
tersebut dalam bahasa Maanyan adalah wini atau bibit yaitu beras lungkung,
beras gilai dan beras dite atau ketan yang diturunkan secara bersamaan. Ketiga
wini atau bibit beras tersebut menjadi sumber kehidupan manusia karena pada
mulanya manusia itu ngume atau berladang.[2]
Sedangkan peran beras ketan yang selalu menjadi hal terpenting karena dipercaya
sebagai perekat baik itu perekat rejeki maupun perekat jodoh sesuai dengan
tujuan upacara dan jenis upacara adat tersebut.
Banyak
hal yang menarik mengenai keberadaan beras ketan ini. Ada sebagian orang
memiliki sudut pandang yang lebih ekstrim lagi yaitu menyebut kata “mau makan
ketan” saja dianggap suatu hal tabu karena jika sudah menyebutnya tapi tidak
kesampaian dipercaya membawa kesialan yang berupa marabahaya. Sehingga dalam
hal ini perlu untuk dikritisi dalam rangka mengontekstualkannya dengan
pandangan agama kristen dalam budaya masa kini. Maksudnya adalah, bagaimana
orang-orang kristen masa kini memaknai beras ketan ini sebagai suatu aspek
budaya dan didalamnya ada nilai-nilai luhur yang harus dijaga keberadaannya
tanpa mengurangi kesakralannya.
Sumbangsihnya
bagi GKE, yaitu dari sudut pandang pemaknaan beras ketan itu sendiri. Dimana
beras ketan dipercaya sebagai perekat karena memiliki suatu kekuatan yang ilahi
untuk kebaikan manusia serta dianggap berkat dari Yang Maha Kuasa. Makna
tersebut dapat kita terapkan di lingkungan warga gke sebagai suatu nilai
positif yang penting untuk membangun suatu ikatan yang kuat dikalangan warga
gke masa kini. Dengan kata lain, sebagai perekat diantara warga jemaat, pdt dan
gereja.
infonya sangat membantu sekali kak
BalasHapusEMI