Upaya Berkristologi Yesus Sebagai Panglima
Burung dalam Konteks Maanyan di Kalimantan Tengah
1. Pendahuluan
Suku
Dayak Maanyan adalah salah satu suku yang mendiami tanah kalimantan terutama di
daerah aliran sungai barito kalimanta tengah. Daerah-daerah basis dayak maanyan
meliputi daerah kabupaten Barito Timur
seperti Paju Epat, Kampung Sapuluh, Banua Lima dan meliputi daerah
kabuten barito selatan. Berdasarkan latar belakangnya keberadaan suku dayak
maanyan ini merupakan perpecahan dari kerajaan Nansarunai sadi yang merupakan
pusat dari segala hukum dan kejayaan dayak maanyan. Sejak dihancurkan oleh kerajaan
seberang yaitu oleh Majapahit yang disebut Pukah Busu Langar Angsang Usak Jawa.[1]
Kemudian setelah mereka memiliki kekuatan, mereka melakukan serangan balasan.
Setelah serangan balasan tersebut berakhir, maka keadaan menjadi lebih baik
tetapi ternyata para tokoh maanyan saat itu lebih memilih sistem pemerintahan
yang disebut mantir epat pengulu isa. Setelah disepakati sistem tersebut,
merekapun mencari tempat tinggal di daerah lain dan salah satunya adalah paju
epat.
2. Latar belakang
Dalam masyarakat Dayak secara umum,
dipercaya ada suatu kelompok yang disebut-sebut sangat disegani, sakti,
pemberani dan berwibawa serta sangat ditakuti oleh orang-orang yang bukan dayak.
Sosok-sosok tersebut konon mendiami seluruh tanah kalimantan yang bersinggungan
langsung dengan kepercayaan tradisional orang dayak yaitu yang berhubungan
dengan hal gaib. Banyak cerita mengenai mereka, ada yang mengatakan mereka
adalah sosok-sosok yang tak terlihat rupanya karena mereka roh, pemimpin
spiritual, panglima perang, guru, dan orang-orang yang ditetuakan bahkan ada
yang mengatakan mereka adalah orang biasa saja yang memiliki ilmu kesaktian.
Kelompok tersebut Ialah orang-orang Dayak yang disebut Panglima Burung. Ada
juga yang menyebutnya sebagai Pangkalima oleh sebagian orang-orang dayak
maanyan.
Dalam hal ini, ada banyak versi yang
menceritakan tentang sosok-sosok panglima burung yang disebut-sebut pernah
menggemparkan seluruh kalimantan bahkan membuat orang yang bukan dayak menjadi
merinding. Terutama mengenai kasus
kerusuhan sampit yang konon menurut cerita banyak orang, panglima atau
pangkalima burung itu pernah muncul. Ada yang mengatakan bahwa panglima burung
berasal dari kalimantan barat dan berwujud gaib bisa terdiri dari laki-laki
ataupun perempuan.[2]
Ada pula dalam versi maanyan dengan pasti mengatakan, bahwa yang bisa menjadi
panglima burung adalah orang-orang biasa, yaitu wanita saja yang berjumlah lima
orang dalam satu kelompok.[3] Kemudian melalui proses
gaib yang dalam bahasa maanyan “di dudus” baru kemudian mereka memiliki ilmu
kesaktian yang tinggi sehingga mereka tidak terlihat sama sekali. Karena
kesaktian mereka yang bersatu dengan kekuatan alam dan gaib, mereka menjadi
penguasa langit dalam arti lain menjadi penguasa tertinggi, konon mereka mampu
berdiri diatas angin, diatas ilalang dan diatas pucuk kelapa dengan memegang
mandau[4]. Selain itu ada juga yang
mengatakan bahwa panglima burung adalah penjelmaan burung enggang yaitu burung
yang dikeramatkan atau yang disakralkan di kalimantan tengah.[5]
Panglima burung diyakini dipandang
sebagai sosok yang melegenda dan diyakini sebagai sosok penyelamat bagi
orang-orang dayak dari bahaya yang akan mengancam kehidupan mereka. Selain itu
juga panglima burung yang diyakini mampu melindungi manusia dari
gangguan-gangguan yang bersifat magis dan bisa merasuk dalam diri manusia yang
memanggilnya. Seperti yang terjadi pada waktu kerusuhan sampit silam, dimana
banyak cerita yang beredar kalau saat-saat pertama kasus itu tercuat bahwa
banyak orang dayak yang menjadi korban. Oleh karena itu, banyak yang prihatin
atas kejadian tersebut sehingga tampillah banyak orang dayak dan diantaranya
adalah panglima burung (ada juga yang mengaku sebagai titisan roh dari panglima
burung). Sebagai penulis, saya beranggapan bahwa panglima burung itu
melambangkan sikap orang dayak pada umumnya, yaitu kalem, tenang, tidak gegabah
dan tidak sembarangan melakukan tindakan serta memiliki solidaritas yang tinggi
terhadap sesamanya manusia khususnya kepada sesama suku. Tetapi ketika
ketentraman orang dayak terganggu dan kesabaran sudah habis, maka jika demikian
jangan harap bisa berkompromi lagi.
3. Rumusan Kristologi Yesus Kristus
sebagai Juruselamat.
Berkristologi pada dasarnya adalah suatu
upaya berkontekstual, yaitu mengenai pertanyaan yang diajukan oleh Yesus kepada
murid-murid-Nya dalam injil Lukas: “Menurut kamu, siapakah Aku ini?” (lukas
9:20.a). dalam konteks lukas 9:18-21, pertanyaan Yesus kepada murid-murid-Nya
tersebut didahului oleh pertanyaan: “Kata orang banyak, siapakah Aku ini?”.
Memperhatikan isi pertanyaan dan jawaban yang diperlukan, ada tuntutan untuk
bergeser dari jawaban “menurut kata orang” menjadi jawaban “menurut saya”.
Dalam hal ini, kedudukan Yesus Kristus
sebagai juruselamat menjadi pokok yang utama. Dalam Alkitab secara banyak
berbicara mengenai keberadaan Yesus sebagai juruselamat bahkan dalam tradisi
gereja pun mewarisi ajaran tersebut dan menjadikannya landasan dalam mengenal Yesus.
Untuk memahami arti juruselamat tersebut tidak bisa dipisahkan dari upaya berkristologi
mengenai siapa Yesus, khususnya dalam konsep umum mengenai keselamatan dan
menunjukkan karya tersebut dalam perjanjian lama. Dimana Allah sendiri yang
turun langsung menyelamatkan manusia sebelum kedatangan Yesus dan Allah yang
sama dalam Yesus kristus hadir sebagai penyelamat yang pewartaan-Nya dalam
perjanjian baru. Kemudian dalam tradisi gereja, ajaran tersebut dipelihara dan
sampai saat ini menjadi ajaran yang sentral.
Berikut pemaparan mengenai Yesus sebagai juruselamat:
Alkitab
1.
Gambaran perjanjian lama mengenai juruselamat
Dalam perjanjian lama, kata juruselamat menjadi suatu hal yang sangat
diharapkan kedatangan-Nya untuk membebaskan bangsa Israel dari penguasa dunia.
Dalam arti lain, juruselamat berarti Mesias yang dinanti-nantikan oleh bangsa Israel
untuk membebaskan mereka dari penjajahan bangsa asing. Dikalangan Yahudi, oknum
juruselamat dapat dikaitkan dengan Allah sendiri sebagai tokoh utama dengan
tokoh mesias yang akan datang, selain itu tokoh tersebut juga bisa dari antara
manusia itu sendiri seperti dalam hakim-hakim dan raja-raja. Dalam konteks umat
Israel kala itu bisa juga berupa penyelamatan yang dihubungkan dengan
pembebasan seseorang dari kesedihan (1 Samuel 2:1) atau dihubungkan dengan
peristiwa pengampunan dosa (Mzm 51:14).
2.
Gambaran perjanjian baru mengenai
juruselamat
Dalam perjanjian baru, tokoh penyelamat tersebut adalah Allah itu sendiri
yang telah menjadi manusia didalam Yesus Kristus. Hal tersebut berkaitan erat
dengan penyelamatan yang Yesus lakukan dikayu salib untuk menebus dosa-dosa
manusia (peristiwa penyaliban). Sedangkan menurut Tom Jacobs yang memahami
makna keselamatan yang dikerjakan oleh Allah melalui Yesus yaitu tertuang dalam
kata solidaritas yang dijelaskan dengan tiga metafor yakni: pendamaian,
penebusan dan pendamaian.[6] Pendamaian menekankan
peristiwa penyelamatan merupakan karya penyelamatan Allah yaitu dengan
diberikan-Nya anugerah keselamatan kepada manusia, penebusan menekankan
peristiwa penyelamatan yang merupakan karya Kristus dalam penderitaan-Nya
dikayu salib sedangkan pembenaran yaitu dalam kematian dan kebangkitan Yesus
ada keselamatan bagi mereka yang dibenarkan.
Tradisi Gereja menurut para reformator
mengenai keselamatan
Dalam tradisi gereja keselamatan didalam
oknum Yesus sebagai juruselamat merupakan pokok ajaran yang sangat penting,
dimana gereja sebagai alat Tuhan untuk memberitakan keselamatan kepada umat
manusia.
·
Menurut Luther, yang dapat menyelamatkan
manusia adalah dengan iman. Iman adalah satu-satunya jalan bagi seseorang untuk
dapat menjawab dan menghormati Allah.[7] Bagi Luther iman melampaui
kata-kata dan secara mendasar sangat penting adalah hubungan pribadi dengan Allah,
dengan mengatakan “aku percaya bahwa Yesus Kristus adalah Tuhanku.
·
Jean Calvin di Jenewa, berpendapat bahwa
Allah tidak hanya memilih siapa yang akan diselamatkan, tetapi juga memutuskan
siapa yang akan dihukum.[8]
Sehingga menurut saya,
juruselamat itu berfokus pada Allah didalam Yesus Kristus yang memberikan
anugerah kepada manusia yang benar-benar percaya dan melakukan perintah Tuhan
dalam bentuk keselamatan.
Teologi kontemporer
Teologi kontemporer ini adalah teologi
yang dimunculkan oleh para teolog untuk menjawab kebutuhan pada masa mereka,
yang kemudian dikontekstual pada masa kini. Salah satu teologi yang terkenal
adalah teologi pembebasan dari para teolog Amerika Latin. Teologi pembebasan
adalah teologi yang mampu membawa perubahan pada masyarakat Amerika Latin yang
tertindas oleh bangsa lain. Demikian juga teologi ini dapat kita terapkan di
Kalimantan khususnya mengenai tanah
orang dayak yang sekarang di miliki oleh para pengusaha sawit dan tambang
(khususnya kab.bartim kalteng). Walaupun teologi pembebasan sebenarnya sulit
diterapkan secara menyeluruh di kalimantan tetapi ada faktor-faktor yang
mendukung teologi ini untuk diterapkan terutama yang merugikan hak-hak orang
lain. Seperti tanah-tanah yang dijual kepada para pengusaha sehingga banyak
yang dirugikan terutama kelestarian hutan yang terganggu serta kearifan lokal
yang mulai memudar seiring masuknya perindustrian sawit dan tambang. Selain
itu, kesuburan tanahpun hilang sehingga sulit bagi warga sekitar untuk
berladang yang tentunya menambah pengangguran dan berujung pada penderitaan
serta penindasan oleh yang berkuasa. Hal yang seperti itu tentu harus ada yang
berani menyuarakan kebenaran. Dan dengan teologi pembebasan ini, akan
menyadarkan semua pihak bahwa perlu adanya perubahan.
4. Relevansi Kontekstual,
Yesus sebagai Panglima Burung
konsep keselamatan secara Alkitabiah
hampir seluruhnya mengenai kedudukan Yesus sebagai juruselamat dan makna yang
terkandung dalam kata penyelamat yaitu penyelamatan merupakan perbuatan Allah
melalui Yesus Kristus. Bila kita kaitkan Yesus dan sosok panglima burung yang
orang dayak yakini sebagai penyelamat secara jasmaniah dan rohaniah karena
konsep pemikiran penulis mengenai hal ini adalah penyelamat dari mara bahaya
bahkan tidak menutup kemungkinan juga meyelamatkan manusia dari gangguan magis
yang bisa berupa santet dan sebagainya. Tentu memiliki kesejajaran dalam
berkontekstual di kalimantan secara khusus dalam konteks dayak Maanyan dalam
rangka memperkenalkan Yesus sebagai penyelamat.
Karena memiliki kesejajaran, terutama
mengenai makna penyelamatan baik secara jasmaniah maupun rohaniah tetapi tetap
saja ada perbedaannya. Hal itu karena Yesus tidak bisa sepenuhnya sama dengan
panglima burung sebab Yesus sebagai penyelamat manusia seutuhnya baik dari
jasmaninya maupun rohaniahnya dimana Yesus menjamin keselamatan masuk surga
untuk manusia sedangkan panglima burung hanya menjamin keselamatan manusia
selama ia hidup di dunia saja. Tetapi dalam hal ini penulis menetapkan bahwa
panglima burung juga bisa dimasukkan dalam kategori para sahabat atau nanyu
sangiang Hiyang Piumung karena diyakini juga bahwa kekuatan panglima burung
berasal dari mereka dalam kontek maanyan (kaharingan) yang bertindak juga
sebagai pelindung manusia dari berbagai kemungkinan.
Melihat hal tersebut, jelas bahwa
panglima burung bagi orang dayak sangat dihormati dan disegani sebab dianggap
sebagai penyelamat serta pelindung mereka dari gangguan-gangguan suku lain bahkan
dianggap sebagai kekuatan Ilahi. Sementara perbandingan dengan Yesus dengan
panglima burung yaitu: Dalam Alkitab diceritakan kemenangan Yesus atas
setan-setan sehingga secara tidak sadar hal tersebut adalah gambaran
pertarungan atau perang iman. Sedangkan dalam kepercayaan orang dayak, adanya
peperangan gaib serta fisik antara panglima burung dengan madura yang terjadi
di sampit. Sehingga Yesus juga bisa disebut sebagai panglima burung yang
memiliki kekuatan gaib guna melindungi dan menyelamatkan orang-orang dayak dari
ancama-ancaman luar yang membahayakan jiwa. Namun dalam Hal ini perlu ada
keperhatian yang sungguh-sungguh agar tidak sepenuhnya sama karena arti
penyelamat disini berbeda dengan keyakinan orang dayak kaharingan dimana jika
memerlukan bantuan panglima burung, memanggilnya dengan cara “di dudus” dengan
arti lain memanggil roh-roh sahabat untuk mendapatkan kekuatan yang luar biasa
dan juga harus memberi persembahan berupa sesajian agar kekuatan itu datang. Sedangkan
sebaliknya justru Yesus sendirilah yang melindungi manusia dari ancaman dengan
karya penyelamatan-Nya. Dalam hal ini, bentuk persembahan untuk Yesus sebagai
pelindung adalah dengan memuji dan memuliakan-Nya serta mengucap syukur dalam
nama-Nya.
Dalam hal keselamatan, kita perlu
mengetahui bahwa Yesus selain oknum penyelamat secara rohaniah tetapi Yesus
juga menyelamatkan manusia secara jasmaniah yaitu saat Yesus memberi makan lima
ribu orang dengan 2 roti dan 5 ikan. Demikian juga dalam kepercayaan orang
dayak mengenai sosok panglima burung yang dianggap sebagai penyelamat secara jasmani
dan rohaniah. Secara jasmaniah, panglima burung menjaga keselamatan orang dayak
dan secara rohaniah panglima burung juga melindungi orang-orang dayak dari
serangan-serangan berupa kekuatan gaib dari suku lain atau yang ingin
mencelakai orang lain. Dengan mensejajarkan Yesus sebagai panglima burung,
tentu sangat membantu orang-orang dayak maanyan untuk lebih memahami siapa
Yesus itu dan sejauh mana orang dapat mengenal Yesus dalam rangka berpikirnya
orang dayak maanyan.
Daftar
Pustaka:
· Hans-Peter
Grosshans, tokoh pemikir kristen Luther, editor seri Peter Vardi, penerbit
Kanisius, 2005
· Wawancara
dengan Bapak Rusmande, via seluler
· Wawancara
dengan Ibu Leona, via seluler
· Bahan
ajar kristologi Pdt. DR. Keloso S Ugak
· http://www.anehdidunia.com/2012/07/kisah-panglima-burung-antara-mitos-dan.html
[1] Wawancara
dengan Bapak Rusmande di desa Dangka Via telepon genggam, tanggal 17 april 2013
[2]
Wawancara dengan Bapak Rusmande di desa Dangka Via telepon genggam, tanggal 17
april 2013
[3]
Wawancara dengan Ibu Leona di Palangkaraya Via telepon genggam, tanggal 18
april 2013
[4]
Wawancara dengan Ibu Leona di Palangkaraya Via telepon genggam, tanggal 18
april 2013
[5]
http://www.anehdidunia.com/2012/07/kisah-panglima-burung-antara-mitos-dan.html
[6] Bahan
ajar kristologi pdt dr. Keloso s ugak, hal 32
[7]
Hans-Peter Grosshans, tokoh pemikir kristen Luther, editor seri Peter Vardi,
penerbit Kanisius, 2005, hal 62.
[8] Ibid hal
68
Tidak ada komentar:
Posting Komentar