A.
Yohanes
Calvin (1509-1564)
Yohanes Calvin adalah seorang
pemimpin gerakan reformasi gereja di Swiss. Ia merupakan generasi kedua dalam
jajaran pelopor dan pemimpin gerakan reformasi gereja pada abad ke-16, namun
peranannya sangat besar dalam gereja-gereja reformatoris. Gereja-gereja yang
mengikuti ajaran dan tata gereja yang digariskan Calvin tersebar diseluruh
dunia. Gereja-gereja itu diberi nama Gereja Calvinis. Di Indonesia
gereja-gereja yang bercorak Calvinis merupakan golongan gereja yang terbesar.
Yohanes Calvin dilahirkan pada
tanggal 10 Juli 1509 di Noyon, sebuah desa disebelah utara kota Paris,
Perancis. Ayahnya bernama Gerard Cauvin, Ibunya bernama Jeanne Lefranc. Ibunya
adalah seorang wanita yang cantik dan saleh. Keluarga Calvin mempunyai hubungan
yang erat dengan keluarga bangsawan Noyon. Oleh karena itu, pendidikan
elementernya ditempuh dalam Istana bangsawan Noyon. Maka dari itu, Calvin
memperlihatkan sifat-sifat kebangsawanan. Pada mulanya Ayah Calvin menginginkan
anaknya untuk menjadi seorang imam. Pada
umur 12 tahun Calvin sudah menerima ‘’ Taonsor”. Pada tahun 1523 Calvin
memasuki pendidikannya pada jenjang yang tinggi. Setelah Calvin menyelesaikan
pendidikannya, tiba-tiba ayahnya tidak menginginkan ia menjadi seorang iman melainkan
menjadi seorang ahli hukum. Dengan
demikian Calvin menjadi seorang ahli hukum, di mana studi hukum yang di
pelajarinya sangat mempengaruhi dalam usaha pembaharuan dan penataan Gereja
Reformasi yang di pimpinnya. Di mana dalam hal ini calvin sangat menekankan
ketertiban dan keteraturan dalam Gereja.
Ketika
Calvin masih muda Calvin menerbitkan beberapa revisi dari
Institutio, sebuah karya yang
menjadi dasar dalam teologi Kristen yang masih
dibaca
orang-orang hingga sampai
saat ini, tulisan ini dibuatnya dalam bahasa Latin pada 1536 (pada usia 26
tahun) dan kemudian dalam bahasa ibunya, bahasa Perancis, pada 1541, dan edisi
finalnya masing-masing muncul pada tahun 1559 dan 1560.
Ia juga banyak menulis tafsiran tentang
kitab-kitab di dalam Alkitab. Untuk Perjanjian
Lama, ia menerbitkan tafsiran tentang semua kitab kecuali
kitab-kitab sejarah setelah Kitab Yosua (meskipun ia
menerbitkan khotbah-khotbahnya berdasarkan Kitab 1 Samuel dan sastra
Hikmat kecuali Mazmur. Untuk Perjanjian
Baru, ia melewatkan Surat 2 Yohanes dan Surat 3 Yohanes serta Kitab
Wahyu. (Sebagian orang mengatakan bahwa Calvin mempertanyakan kanonisitas Kitab Wahyu,
tetapi ia mengutipnya dalam tulisan-tulisannya yang lain dan mengakui
otoritasnya, sehingga teori itu diragukan). Tafsiran-tafsiran ini pun ternyata
tetap berharga bagi para peneliti Alkitab, dan setelah lebih dari 400 tahun
masih terus diterbitkan.[1]
B.
Reformasi Yohanes Calvin
Yohanes Calvin adalah salah satu
Reformator yang sangat berpengaruh dalam berbagai bidang, diantaranya ialah
gereja, politik,social. Pandangan Calvin tentang keselamatan hampir sama dengan
pandangan Luther, dimana keselamatan merupakan Anugerah dari Allah. Namun
Calvin lebih lanjut menegaskan bahwa
orang berdosa yang sudah di benarkan karena anugerah Allah itu harus memelihara
hidupnya sebagai orang yang sudah dipilih dan di kuduskan oleh Allah, oleh
karena itu perlu adanya kedisiplinan. Karena dengan kedisplinan orang yang
sudah di selamatkan akan menunjukan sikap sebagai orang yang sudah menerima
anugerah tersebut. Kata Anugerah pada dasarnya berarti kemurahan ilahi yang
tidak seharusnya di terima dan bukan
semacam balas jasa yang di berikan pada manusia. Karena menurut Calvin orang
yang sudah menerima Anugerah hidup kekal, pasti akan menunjukan sikap dan
tindakan yang baik. Teologi Calvin hampir sama juga dengan teologi dari
Agustinus, dimana antara keduanya sama-sama menekankan kesucian dan kekudusan.
v Reformasi dalam tata
gereja
Gereja adalah persekutuan orang-orang
yang telah di selamatkan berkat kasih karunia Allah di dalam Yesus Kristus,
yang telah di benarkan kendati tetap merupakan manusia berdosa, yang ke
semuanya di sambut dan di terima melalui Iman. Sehubungan dengan itu Calvin
lebih lanjut menegaskan bahwa Allah memanggil dan menyediakan orang-orang yang
di tugaskan memberitakan Firman dan melayankan sakramen serta gembala-gembala
yang menuntut dan membina warga jemaat. Dalam hal ini Calvin lebih menekankan
perlunya pejabat atau jabatan Gerejawi. Menurut Calvin, di dalam gereja ada
empat jabatan: Gembala atau Pendeta, Pengajar, Penetua, dan Syamas atau Diaken.[2]
v Disiplin Gereja
Dalam hal ini Calvin
sependapat dengan Luther yang menekankan bahwa kedisplinan dalam gereja harus
di tekankan. Karena disiplin berkaitan erat dengan kekudusan dn kesucian.
Dimana dengan kedisplinan bertujuan mempertahankan kesucian gereja sebagai
persekutuan yang merayakan perjamuan kudus. Supaya nama Allah tetap
dipermuliakan dan tidak dicemarkan. Jadi displin gereja harus dipahami sebagai upaya memelihara pengudusan didalam gereja
sebagai alat untuk mendorong warga jemaat agar hidup dengan mengandalkan
pembenaran. Seraya membantu mereka yang terancam menyimpang atau tersesat untuk
kembali kejalan yang benar.
Ibadah dan sakramen
Bagi Calvin
ibadah dan tata ibadah bukan hanya merupakan soal praktis dan incidental, yang
bisa di susun dan di selenggarakan menurut selera dan suasana sesaat. Baginya ibadah dan tata
ibadah berkaitan
erat, bahkan merupakan satu kesatuan, dengan pokok-pokok ajaran mendasar yang kita lihat di atas, sebab
gereja mengungkapkan imannya melalui ibadah. Ibadah di dalam gereja-gereja
calvinis sama seperti gereja Lutheran yang berpusat pada pemberitaan firman
atau khotbah dan perayaan Perjamuan Kudus. Ciri-ciri ibadah gereja calvinis
adalah; firman Tuhan, ruangan dan suasana ibadah harus dibersihkan dari segala
sesuatu yang merusak kehidupan gereja. Benda-benda dan perkara-perkara yang di
dalam gereja yang di anggap suci tentang hal ini Calvin lebih tegas dan keras
menolak hal ini. Dalam hal sakramen mengenai perjemuan kudus, calvin
mengajarkan bahwa perjemuan kudus adalah pemberian Allah dan bukan perbuatan
manusia. Roti dan anggur bukan saja lambang, melainkan alat yang dipakai untuk
memberikan tubuh dan darah Kristus kepada umat-Nya. Roti dan anggur tidak bisa dianggap sama saja
dengan tubuh dan darah yang di dalam sorga itu, melainkan harus dianggap
sebagai tanda dan meterai dari anugerah dan kasih Tuhan dalam Yesus Kristus.
Dalam pelaksanaan perjamun kudus, Calvin sangat teliti. Dalam hal baptisan,
menurut Calvin babtisan merupakan tanda pengampunan dan hidup baru. Babtisan
menandakan bahwa hidup kita telah ikut serta dalam kematian dan kebangkitan
kristus dan bahwa kita juga telah menjadi satu dengan dia.
C.
Politik
Yohanes Calvin
Salah satu bentuk pemikiran
konsepsi politik calvin secara teoritis sangat mirip sekali dengan Augustinus.
Pemahaman mengenai perlunya pemerintahan yang disebabkan kejatuhan manusia
memiliki kesamaan dengan istilah dosa yang menjadi alasan dalam pandangan
Agustinus. Perbedaan yang mencolok menyangkut kerajaan “spiritual” yang berada
di dalam jiwa dengan pemerintahan sipil yang mengatur perilaku lahiriah, sangat
Nampak sekali dalam diri Calvin.
Pada dasarnya beberapa kalangan
mencoba memberi kesimpulan mengenai pemikiran politik Calvin, De Jonge misalnya
memberikan 3 bentuk, yakni : Teokrasi, Bibliokrasi dan Kristokasi. Hal yang
sama juga diuraikan oleh John McNeil dengan beberapa perbedaan dengan Jonge
khususnya mengenai dasar-dasar Alkitabnya.
I.
Pandangan Alkitab
terhadap politik
Ada beberapa
teks alkitab, khususnya dalam perjanjian Baru yang mendasari pandangan Kristen
tentang hubungan gereja dengan negara. Teks pertama adalah kutipan jawaban
Tuhan Yesus ketika orang farisi dan herodian menjebak dia dengan pertanyaan :
bolehkah membayar pajak kepada kaisar ? Yesus menjawab : “berikanlah kepda
kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada kaisar dan kepada Allah apa yang
wajib kamu berikan kepada Allah” (matis 22: 21-21b). berdasarkan jawaban Yesus,
gereja memahami dirinya sebagai warga Negara rangkap yaitu sebagai warga Negara
secara politis dan warga kerajaan/ pemerintahan Allah. Alasan pokoknya adalah
oleh karena Negara, khususnya pemerintah dipahami sebagai pemberian dari Tuhan
untuk kebaikan manusia
Hal ini terkait dengan teks kedua yaitu
roma 13:1-7 dan 1 petrus 2 :11-17 yang berbicara tentang status pemerintahan
sebuah Negara sebagai pemberian Allah sendir. Dalam Roma 13:1-2 terrtulis: “
tiap-tiap orang harus takut kepada pemerintah yang di atasnya, sebab tidak ada
pemerintah yang tidak berasal dari Allah; dan pemerintah-pemerintah yang ada,
di tetapkan oleh Allah. Pemerintah adalah hamba Allah untuk membalas murka
Allah atas mereka yang berbuat jahat. Ketaatan
kepada kaisar, raja, atau pemerintah bukanlah kataatan kepada manusia melainkan
wujud dari ketaatan kepada Allah yang diyakini menciptakan negara, termasuk
pemerintah yang berkuasa di negara tersebut. Ketaatan kepada Tuhan adalah ke
taatan bersifat mutlak, sedangkan ketaatan kepada negara adalah ketaatan
bersyarat.
Dalam
melaksanakan tugas dan fungsi, gereja dan negara memiliki kesamaan di antaranya
adalah; di mana keduanya adalah entitas yang di ciptakan oleh Tuhan dan
menerima tugas dan panggilan mereka dari Tuhan. Di mana keduanya bertugas dan
berfungsi di tengah-tengah perrgaulan hidup manusia. Tetapi ada juga perbedaan,
umpamanya bahwa gereja melayani tugas-tugas rohani, sedangkan negara melayani
tugas-tugas di duniawi. Dalam menjalankan tugas dan fungsi yang berbeda namun
dalam medan yang sama hubungan gereja dan negara menjadi sangat penting.[3]
D.
Tinjauan
etis politik Yohanes Calvin
Dalam melakukan reformasi, Calvin
lebih menekankan kepada hal ke disiplinan. Hal itu dilakukan karena memiliki
motivasi dan tujuan dalam melakukan pembaharuan di dalam hubungan Gereja dan
Negara. Hubungan Gereja dan Negara dalam teologia Calvin sangat erat. Calvin
bercita-cita suatu negara theokrasi. Seluruh kehidupan masyarakat harus di atur
sesuai dengan kehendak Allah. Pemerintah bertugas juga untuk mendukung Gereja
dan menghilangkan segala sesuatu yang berlawanan dengan berita injil yang murni
karena Gereja dan Negara hidup saling berdampingan di mana keduanya sama-sama
bertugas untuk melaksanakan kehendak Allah dan kehormatan Allah. Namun
bukan hanya itu saja pemahaman akan pentingnya sebuah pemerintahan agar
mengatur hingga manusia tidak jatuh kedalam dosa. Dalam hal ini calvin juga
melihat bahwa tugas dan tanggung jawab antara gereja dan negara sama-sama
penting dalam rangka mewujutkan jemaat yang disiplin. Sikap Calvin yang sangat
positif terhadap pemerintahan memiliki maksud dan tujuannya sendiri. Di samping
terselenggaranya dan tercapainya tujuan atau kepentingan umum, Calvin juga
sangat mengharapkan agar pemerintah juga menjadi pelindung gereja, termasuk
dalam melindungi dokrin-dokrin gereja. Walaupun demikian Calvin tidak
kehilangan kesadaran dan daya kritis terhadap pemerintah jika ia melihat para
penguasa atau pemerintah yang melawan Allah dan memiliki perilaku yang tidak
patut terhadap manusia. Dari berbagai hal yang Calvin lakukan dalam reformasi
tentu ada sisi negatifnya, walupun secara keseluruhan yang ia lakukan mempunyai
pengaruh yang besar di bidang gereja,
dan politik.
E.
Refleksi
Teologis
Pada dasarnya Gereja mempunyai
kedisiplinan yang ketat dan itu yang ditekankan oleh Calvin. Jika ada gereja
yang tidak menekankan kedisiplinan maka mereka akan mendapat hukuman dari Calvin,
contohnya yang terjadi saat itu jika ada orang yang tidak bisa menyanyi, beribadah
yang baik dan tidak mematuhi aturan yang sudah ditentukan maka mereka akan
mendapatkan hukuman mati atau secara halus dikeluarkan dari Gereja. Tetapi sangat
bertolak belakang dengan realitas masa kini Gereja jarang sekali menekankan
kedisiplinan ketika beribadah , memang pada dasarnya gereja sudah menetapkan
berbagai kedisiplinan tetapi masih banyak orang-orang yang menyepelekan kedisiplinan
itu dan melanggarnya. Contohnya untuk sekarang ini kita sering melihat ketika
ibadah masih saja ada yang ribut dan bermain HP, padahal kalau kita memahami
jika dalam ibadah masih saja ribut bagaimana kita bisa mendapatkan pengajaran
yang baik jika untuk ibadah saja tidak bisa disiplin bagaimana dalam kehidupan
sehari-hari untuk bisa berbuat baik dan mendisiplinkan diri.
Itulah sebabnya calvin menekankan
ke disiplinan dalam gereja agar setiap orang bisa belajar dari hal yang kecil
untuk melatih dirinya seperti yang terdapat dalam Lukus 16: 10
Jika dalam hal kecil dan sudah bisa
melakukannya dengan yang baik sesuai peraturan yang ditentukan maka otomatis
buah dari kediplinan itu akan sangat baik bagi kehidupan pribadi terlebih untuk
semua banyak orang.
[1] F. D. Wellem,
Riwayat Hidup Singkat Tokoh-Tokoh Dalam sejarah (Jakarta:BPK Gunung Mulia 1987)
Hal 64-65
[2] Pdt. Dr Jan Sihar Aritonang”Garis Besar Sejarah Reformasi” Jurnal
infomedia Bandung. Hal 103-107
[3] Robert P. Borrong”Etika Politik Kristen. (Jakarta: Unit Publikasi
dan Informasi 2006) Hal 14-15
nice info kak makasih
BalasHapusElever Agency