Jumat, 05 April 2013

Yohanes Calvin


A.    Yohanes Calvin (1509-1564)
Yohanes Calvin adalah seorang pemimpin gerakan reformasi gereja di Swiss. Ia merupakan generasi kedua dalam jajaran pelopor dan pemimpin gerakan reformasi gereja pada abad ke-16, namun peranannya sangat besar dalam gereja-gereja reformatoris. Gereja-gereja yang mengikuti ajaran dan tata gereja yang digariskan Calvin tersebar diseluruh dunia. Gereja-gereja itu diberi nama Gereja Calvinis. Di Indonesia gereja-gereja yang bercorak Calvinis merupakan golongan gereja yang terbesar.
Yohanes Calvin dilahirkan pada tanggal 10 Juli 1509 di Noyon, sebuah desa disebelah utara kota Paris, Perancis. Ayahnya bernama Gerard Cauvin, Ibunya bernama Jeanne Lefranc. Ibunya adalah seorang wanita yang cantik dan saleh. Keluarga Calvin mempunyai hubungan yang erat dengan keluarga bangsawan Noyon. Oleh karena itu, pendidikan elementernya ditempuh dalam Istana bangsawan Noyon. Maka dari itu, Calvin memperlihatkan sifat-sifat kebangsawanan. Pada mulanya Ayah Calvin menginginkan anaknya untuk menjadi seorang imam.  Pada umur 12 tahun Calvin sudah menerima ‘’ Taonsor”. Pada tahun 1523 Calvin memasuki pendidikannya pada jenjang yang tinggi. Setelah Calvin menyelesaikan pendidikannya, tiba-tiba ayahnya tidak menginginkan ia menjadi seorang iman melainkan menjadi seorang ahli hukum.  Dengan demikian Calvin menjadi seorang ahli hukum, di mana studi hukum yang di pelajarinya sangat mempengaruhi dalam usaha pembaharuan dan penataan Gereja Reformasi yang di pimpinnya. Di mana dalam hal ini calvin sangat menekankan ketertiban dan keteraturan dalam Gereja.
Ketika Calvin masih muda Calvin menerbitkan beberapa revisi dari Institutio, sebuah karya yang menjadi dasar dalam teologi Kristen yang masih dibaca orang-orang hingga sampai saat ini, tulisan ini dibuatnya dalam bahasa Latin pada 1536 (pada usia 26 tahun) dan kemudian dalam bahasa ibunya, bahasa Perancis, pada 1541, dan edisi finalnya masing-masing muncul pada tahun 1559 dan 1560.
Ia juga banyak menulis tafsiran tentang kitab-kitab di dalam Alkitab. Untuk Perjanjian Lama, ia menerbitkan tafsiran tentang semua kitab kecuali kitab-kitab sejarah setelah Kitab Yosua (meskipun ia menerbitkan khotbah-khotbahnya berdasarkan Kitab 1 Samuel dan sastra Hikmat kecuali Mazmur. Untuk Perjanjian Baru, ia melewatkan Surat 2 Yohanes dan Surat 3 Yohanes serta Kitab Wahyu. (Sebagian orang mengatakan bahwa Calvin mempertanyakan kanonisitas Kitab Wahyu, tetapi ia mengutipnya dalam tulisan-tulisannya yang lain dan mengakui otoritasnya, sehingga teori itu diragukan). Tafsiran-tafsiran ini pun ternyata tetap berharga bagi para peneliti Alkitab, dan setelah lebih dari 400 tahun masih terus diterbitkan.[1]
B.     Reformasi Yohanes Calvin
Yohanes Calvin adalah salah satu Reformator yang sangat berpengaruh dalam berbagai bidang, diantaranya ialah gereja, politik,social. Pandangan Calvin tentang keselamatan hampir sama dengan pandangan Luther, dimana keselamatan merupakan Anugerah dari Allah. Namun Calvin lebih lanjut  menegaskan bahwa orang berdosa yang sudah di benarkan karena anugerah Allah itu harus memelihara hidupnya sebagai orang yang sudah dipilih dan di kuduskan oleh Allah, oleh karena itu perlu adanya kedisiplinan. Karena dengan kedisplinan orang yang sudah di selamatkan akan menunjukan sikap sebagai orang yang sudah menerima anugerah tersebut. Kata Anugerah pada dasarnya berarti kemurahan ilahi yang tidak seharusnya di terima  dan bukan semacam balas jasa yang di berikan pada manusia. Karena menurut Calvin orang yang sudah menerima Anugerah hidup kekal, pasti akan menunjukan sikap dan tindakan yang baik. Teologi Calvin hampir sama juga dengan teologi dari Agustinus, dimana antara keduanya sama-sama menekankan kesucian dan kekudusan.
v  Reformasi dalam tata gereja
Gereja adalah persekutuan orang-orang yang telah di selamatkan berkat kasih karunia Allah di dalam Yesus Kristus, yang telah di benarkan kendati tetap merupakan manusia berdosa, yang ke semuanya di sambut dan di terima melalui Iman. Sehubungan dengan itu Calvin lebih lanjut menegaskan bahwa Allah memanggil dan menyediakan orang-orang yang di tugaskan memberitakan Firman dan melayankan sakramen serta gembala-gembala yang menuntut dan membina warga jemaat. Dalam hal ini Calvin lebih menekankan perlunya pejabat atau jabatan Gerejawi. Menurut Calvin, di dalam gereja ada empat jabatan: Gembala atau Pendeta, Pengajar, Penetua, dan Syamas atau Diaken.[2]
v  Disiplin Gereja
Dalam hal ini Calvin sependapat dengan Luther yang menekankan bahwa kedisplinan dalam gereja harus di tekankan. Karena disiplin berkaitan erat dengan kekudusan dn kesucian. Dimana dengan kedisplinan bertujuan mempertahankan kesucian gereja sebagai persekutuan yang merayakan perjamuan kudus. Supaya nama Allah tetap dipermuliakan dan tidak dicemarkan. Jadi displin gereja harus dipahami sebagai  upaya memelihara pengudusan didalam gereja sebagai alat untuk mendorong warga jemaat agar hidup dengan mengandalkan pembenaran. Seraya membantu mereka yang terancam menyimpang atau tersesat untuk kembali kejalan yang benar.
Ibadah dan sakramen
Bagi Calvin ibadah dan tata ibadah bukan hanya merupakan soal praktis dan incidental, yang bisa di susun dan di selenggarakan menurut selera dan suasana sesaat. Baginya ibadah dan tata ibadah berkaitan erat, bahkan merupakan satu kesatuan, dengan pokok-pokok ajaran mendasar yang kita lihat di atas, sebab gereja mengungkapkan imannya melalui ibadah. Ibadah di dalam gereja-gereja calvinis sama seperti gereja Lutheran yang berpusat pada pemberitaan firman atau khotbah dan perayaan Perjamuan Kudus. Ciri-ciri ibadah gereja calvinis adalah; firman Tuhan, ruangan dan suasana ibadah harus dibersihkan dari segala sesuatu yang merusak kehidupan gereja. Benda-benda dan perkara-perkara yang di dalam gereja yang di anggap suci tentang hal ini Calvin lebih tegas dan  keras menolak hal ini. Dalam hal sakramen mengenai perjemuan kudus, calvin mengajarkan bahwa perjemuan kudus adalah pemberian Allah dan bukan perbuatan manusia. Roti dan anggur bukan saja lambang, melainkan alat yang dipakai untuk memberikan tubuh dan darah Kristus kepada umat-Nya.  Roti dan anggur tidak bisa dianggap sama saja dengan tubuh dan darah yang di dalam sorga itu, melainkan harus dianggap sebagai tanda dan meterai dari anugerah dan kasih Tuhan dalam Yesus Kristus. Dalam pelaksanaan perjamun kudus, Calvin sangat teliti. Dalam hal baptisan, menurut Calvin babtisan merupakan tanda pengampunan dan hidup baru. Babtisan menandakan bahwa hidup kita telah ikut serta dalam kematian dan kebangkitan kristus dan bahwa kita juga telah menjadi satu dengan dia.
C.    Politik Yohanes Calvin
Salah satu bentuk pemikiran konsepsi politik calvin secara teoritis sangat mirip sekali dengan Augustinus. Pemahaman mengenai perlunya pemerintahan yang disebabkan kejatuhan manusia memiliki kesamaan dengan istilah dosa yang menjadi alasan dalam pandangan Agustinus. Perbedaan yang mencolok menyangkut kerajaan “spiritual” yang berada di dalam jiwa dengan pemerintahan sipil yang mengatur perilaku lahiriah, sangat Nampak sekali dalam diri Calvin.
Pada dasarnya beberapa kalangan mencoba memberi kesimpulan mengenai pemikiran politik Calvin, De Jonge misalnya memberikan 3 bentuk, yakni : Teokrasi, Bibliokrasi dan Kristokasi. Hal yang sama juga diuraikan oleh John McNeil dengan beberapa perbedaan dengan Jonge khususnya mengenai dasar-dasar Alkitabnya.
I.                   Pandangan Alkitab terhadap politik
Ada beberapa teks alkitab, khususnya dalam perjanjian Baru yang mendasari pandangan Kristen tentang hubungan gereja dengan negara. Teks pertama adalah kutipan jawaban Tuhan Yesus ketika orang farisi dan herodian menjebak dia dengan pertanyaan : bolehkah membayar pajak kepada kaisar ? Yesus menjawab : “berikanlah kepda kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah” (matis 22: 21-21b). berdasarkan jawaban Yesus, gereja memahami dirinya sebagai warga Negara rangkap yaitu sebagai warga Negara secara politis dan warga kerajaan/ pemerintahan Allah. Alasan pokoknya adalah oleh karena Negara, khususnya pemerintah dipahami sebagai pemberian dari Tuhan untuk kebaikan manusia
      Hal ini terkait dengan teks kedua yaitu roma 13:1-7 dan 1 petrus 2 :11-17 yang berbicara tentang status pemerintahan sebuah Negara sebagai pemberian Allah sendir. Dalam Roma 13:1-2 terrtulis: “ tiap-tiap orang harus takut kepada pemerintah yang di atasnya, sebab tidak ada pemerintah yang tidak berasal dari Allah; dan pemerintah-pemerintah yang ada, di tetapkan oleh Allah. Pemerintah adalah hamba Allah untuk membalas murka Allah atas mereka yang berbuat jahat.   Ketaatan kepada kaisar, raja, atau pemerintah bukanlah kataatan kepada manusia melainkan wujud dari ketaatan kepada Allah yang diyakini menciptakan negara, termasuk pemerintah yang berkuasa di negara tersebut. Ketaatan kepada Tuhan adalah ke taatan bersifat mutlak, sedangkan ketaatan kepada negara adalah ketaatan bersyarat.
Dalam melaksanakan tugas dan fungsi, gereja dan negara memiliki kesamaan di antaranya adalah; di mana keduanya adalah entitas yang di ciptakan oleh Tuhan dan menerima tugas dan panggilan mereka dari Tuhan. Di mana keduanya bertugas dan berfungsi di tengah-tengah perrgaulan hidup manusia. Tetapi ada juga perbedaan, umpamanya bahwa gereja melayani tugas-tugas rohani, sedangkan negara melayani tugas-tugas di duniawi. Dalam menjalankan tugas dan fungsi yang berbeda namun dalam medan yang sama hubungan gereja dan negara menjadi sangat penting.[3]
 
D.    Tinjauan etis politik Yohanes Calvin
Dalam melakukan reformasi, Calvin lebih menekankan kepada hal ke disiplinan. Hal itu dilakukan karena memiliki motivasi dan tujuan dalam melakukan pembaharuan di dalam hubungan Gereja dan Negara. Hubungan Gereja dan Negara dalam teologia Calvin sangat erat. Calvin bercita-cita suatu negara theokrasi. Seluruh kehidupan masyarakat harus di atur sesuai dengan kehendak Allah. Pemerintah bertugas juga untuk mendukung Gereja dan menghilangkan segala sesuatu yang berlawanan dengan berita injil yang murni karena Gereja dan Negara hidup saling berdampingan di mana keduanya sama-sama bertugas untuk melaksanakan kehendak Allah dan kehormatan Allah.   Namun bukan hanya itu saja pemahaman akan pentingnya sebuah pemerintahan agar mengatur hingga manusia tidak jatuh kedalam dosa. Dalam hal ini calvin juga melihat bahwa tugas dan tanggung jawab antara gereja dan negara sama-sama penting dalam rangka mewujutkan jemaat yang disiplin. Sikap Calvin yang sangat positif terhadap pemerintahan memiliki maksud dan tujuannya sendiri. Di samping terselenggaranya dan tercapainya tujuan atau kepentingan umum, Calvin juga sangat mengharapkan agar pemerintah juga menjadi pelindung gereja, termasuk dalam melindungi dokrin-dokrin gereja. Walaupun demikian Calvin tidak kehilangan kesadaran dan daya kritis terhadap pemerintah jika ia melihat para penguasa atau pemerintah yang melawan Allah dan memiliki perilaku yang tidak patut terhadap manusia. Dari berbagai hal yang Calvin lakukan dalam reformasi tentu ada sisi negatifnya, walupun secara keseluruhan yang ia lakukan mempunyai pengaruh yang besar di bidang gereja,  dan politik.
E.     Refleksi Teologis
Pada dasarnya Gereja mempunyai kedisiplinan yang ketat dan itu yang ditekankan oleh Calvin. Jika ada gereja yang tidak menekankan kedisiplinan maka mereka akan mendapat hukuman dari Calvin, contohnya yang terjadi saat itu jika ada orang yang tidak bisa menyanyi, beribadah yang baik dan tidak mematuhi aturan yang sudah ditentukan maka mereka akan mendapatkan hukuman mati atau secara halus dikeluarkan dari Gereja. Tetapi sangat bertolak belakang dengan realitas masa kini Gereja jarang sekali menekankan kedisiplinan ketika beribadah , memang pada dasarnya gereja sudah menetapkan berbagai kedisiplinan tetapi masih banyak orang-orang yang menyepelekan kedisiplinan itu dan melanggarnya. Contohnya untuk sekarang ini kita sering melihat ketika ibadah masih saja ada yang ribut dan bermain HP, padahal kalau kita memahami jika dalam ibadah masih saja ribut bagaimana kita bisa mendapatkan pengajaran yang baik jika untuk ibadah saja tidak bisa disiplin bagaimana dalam kehidupan sehari-hari untuk bisa berbuat baik dan mendisiplinkan diri.
Itulah sebabnya calvin menekankan ke disiplinan dalam gereja agar setiap orang bisa belajar dari hal yang kecil untuk melatih dirinya seperti yang terdapat dalam  Lukus 16: 10
Jika dalam hal kecil dan sudah bisa melakukannya dengan yang baik sesuai peraturan yang ditentukan maka otomatis buah dari kediplinan itu akan sangat baik bagi kehidupan pribadi terlebih untuk semua banyak orang. 


[1] F. D. Wellem, Riwayat Hidup Singkat Tokoh-Tokoh Dalam sejarah (Jakarta:BPK Gunung Mulia 1987) Hal 64-65

[2] Pdt. Dr Jan Sihar Aritonang”Garis Besar Sejarah Reformasi” Jurnal infomedia Bandung. Hal 103-107
[3] Robert P. Borrong”Etika Politik Kristen. (Jakarta: Unit Publikasi dan Informasi 2006) Hal 14-15

1 komentar: